Pemerintah tengah membahas empat skema penyaluran subsidi gas elpiji 3 kg (Kg) pada orang-orang berpendapatan rendah. Skema itu adalah subsidi tertutup memakai kartu, subsidi segera, cara sidik jari (finger print), dan pembelian elpiji melalui telepon seluler (hp).
Untuk penerapan subsidi segera, pemerintah lihat atau mencontek mekanisme yang berlaku di India.
" Cara ini masihlah kami ulas. Bila subsidi segera, (subsidinya) diberi pada mereka melalui rekening bank atau cash (tunai), " kata Direktur Jenderal Minyak serta Gas Bumi (Migas) Kementerian Daya dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Wiratmaja Puja, di Graha Migas, Kuningan, Jakarta, Jumat (29/1) malam.
Dalam skema ini, setiap kepala keluarga penerima subsidi nanti bakal dibuatkan rekening bank oleh pemerintah untuk lalu pemerintah lakukan transfer beberapa duit untuk keperluan pembelian elpiji bersubsidi.
Dana transfer itu, lanjut Wiratmaja, dapat dipakai dengan cara maksimal oleh penerima subsidi sampai saldo di rekening itu Rp 0 (0).
Namun demikian, skema subsidi segera lewat rekening bank di rasa susah diaplikasikan di Indonesia. Sebab, sistem perbankan di Indonesia berpedoman skema biaya administrasi atau jumlah saldo minimal.
" Kalau buka rekening di kita (di Indonesia), mesti bayar, (mesti) ada uangnya. Tidak kaya di India yang pemerintahnya mengambil keputusan kalau orang-orang miskin bisa buka rekening saldonya 0. Bila di kita kan tak dapat. Mesti ada isinya. Nah, orang-orang miskin kan boro-boro (ada berisi). (Saldo) Rp 50 ribu saja dari tempat mana, " ungkapnya.
Diluar itu, kekurangan mekanisme subsidi segera akan bikin inflasi membengkak. Masyarakat penerima subsidi harus beli elpiji 3 Kg dengan harga keekonomian.
" Bila mereka beli harga keekonomian, berarti inflasinya akan naik, kan? Makanya kami lebih cenderung memakai yang kartu (subsidi tertutup) " tutupnya
